KEDIRI, GELORAJATIM.COM – Polda Jatim akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait persoalan eksploitasi sumber daya alam di desa Juwet, kecamatan kunjang kabupaten Kediri yang dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Front Pembela Suara Rakyat (LSM FPSR).
Hal itu berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterima Ketua LSM FPSR, Aris Gunawan pada tanggal 25 Juli 2023 bahwa laporan dengan Nomor : 046/FPSR/Dumas/V1//2023 telah diterima Polda Jatim.
Dalam surat tersebut Aris Juga diharapkan bekerjasama membantu atau mempercepat proses penyelidikan. Selain itu Aris diminta berhati- hati dan waspada bentuk – bentuk penipuan dalam proses penyelidikan.
Seperti diketahui, adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan dari usaha pengambilan penyedotan pasir sungai di desa Juwet, Kecamatan kunjang kabupaten Kediri dinilai telah merusak kelestarian lingkungan.
Aktivitas penyedotan pasir di sungai Konto itu sudah lama dilakukan sebagaimana pengakuan dari checker atau pekerja di lokasi. Pasir- pasir tersebut dikirim ke berbagai daerah Kediri dan sekitarnya dengan diangkut dump truk dengan kapasitas 8 kubik (m3) melewati jalan desa perkampungan ,sehingga juga berpotensi merusak struktur jalan desa karena beban muatan.
Disamping itu tidak adanya upaya reklamasi dari akibat usaha pengambilan penyedotan pasir kali berdampak pada kerusakan lingkungan dan membahayakan kehidupan masyarakat di sekitarnya yang bisa mengakibatkan banjir dan longsor.
Maka LSM FPSR mendapati adanya persoalan eksploitasi sumber daya alam di desa tersebut melaporkannya ke Polda Jatim. Bahwa sesuai perintah Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa ilegal mining harus diberantas.
Ketua LSM FPSR, Aris Gunawan mengatakan, bahwa pelaku kejahatan perusak lingkungan seperti ini tidak boleh dibiarkan. Mereka hanya memikirkan keuntungannya saja demi memperkaya diri tanpa mempertimbangkan penderitaan dan keselamatan masyarakat,” ucapnya Sabtu ( 29/7/2023).
Menurut Aris, Aktifitas penyedotan pasir di desa Juwet itu dapat merugikan negara, serta kerusakan lingkungan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 98 ayat (1) Undang Undang no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU PPLH. Pelakunya pun dapat diancam hukuman penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3 miliar dan paling banyak Rp. 10 miliar,” tutupnya. (Waruireng)