BOJONEGORO, GELORAJATIM.COM — Lahan pertanian yang meskinya dilindungi banyak beralih fungsi, diantaranya dijadikan tambang Galian C yang menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Seperti usaha tambang galian C di Dusun Brambang, Desa Balongcabe, Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro yang diduga ilegal atau tidak mengantongi izin pertambangan.
Bermodus pemerataan lahan pertanian disulap menjadi lokasi tambang galian C dan dengan modal excavator 70 lahan-lahan pertanian tersebut dipangkas dan dijual kepada orang – orang yang membutuhkan hasil tambang tersebut.
Kendatipun tidak mengantongi izin, pertambangan ilegal Galian C masih terus beroperasi. Bahkan akibat dari pengerukan lahan sawah tersebut, tampak kerusakan beberapa meter dari pintu masuk di lingkungan lokasi tambang. Rabu, (14/8/2024).
Kerusakan lingkungan di lokasi tambang tersebut tidak diperhatikan seakan ada pembiaran oleh pengelola tambang. Yang dipikir dalam benak pengusaha tambang hanyalah pundi-pundi rupiah yang dihasilkannya.
Dampak buruk akibat aktivitas pertambangan tersebut tampak kasat mata, mulai dari kerusakan ekosistem diarea sekitar lokasi, jika kondisi tersebut berlangsung lama dan berkelanjutan akan berdampak pada kesehatan manusia, terutama akan merusak saluran pernapasan karena debu yang berterbangan.
Selain itu, kegiatan tambang Ilegal tersebut tidak menambah perolehan pendapatan daerah (PAD) kabupaten Bojonegoro. Sementara itu, diduga dari kegiatan tambang Ilegal tersebut berpotensi menghasilkan ratusan miliar rupiah.
Maraknya aktivitas Galian C yang ada di Dusun Brambang, Desa Balongcabe, Kecamatan Kedungadem tersebut, menjadi sorotan ketua Ormas Pejuang Marhaenis Nusantara’ cabang Mojokerto dan akan segera menindak lanjuti pelaporannya ke Instansi – instansi terkait baik ke Kapolda Jawa Timur beserta jajarannya sesuai dengan tupoksinya dan ke lembaga external negara lainnya.
”Pertambangan Tanpa Izin atau PETI seharusnya terus menjadi perhatian Pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah daerah atau wilayah setempat.
”Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160,” urai Sulistiyanto ketua Ormas Pejuang Marhaenis Nusantara’ cabang Mojokerto, siang tadi.
Di pasal 161, lanjut dia, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara,” tandas Sulistiyanto.
Dalam hal tersebut, di mohon kepada Bapak Kapolda Jatim sebagai pemilik wilayah tertinggi di Jawa Timur atau kepada bapak Kapolres sebagai pemilik wilayah kabupaten/ kota untuk menindak tegas aksi – aksi penambangan liar agar tingkat kepercayaan publik terhadap aparatur penegak hukum yang sempat mengalami penurunan sedikit demi sedikit akan mengalami kenaikan dan juga dimohonkan untuk segera melakukan penertiban terhadap lokasi pertambangan yang berada di Dusun Brambang, Desa Balongcabe, Kecamatan Kedungadem. Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur tersebut agar tidak terkesan pihak APH menerima setoran bulanan.(tim)