Para jurnalis menutup kepalanya pakai plastik sebagai bentuk pengecaman. (Foto: Humas KJJT)
GeloraJatim.com – Kasus penganiayaan jurnalis saat bertugas pada 27 Maret 2021 lalu, kini dua oknum polisi aktif di Polda Jatim mulai menjalankan persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya. Oknum polisi tersebut, dengan berutal melakukan penganiayaan terhadap Wartawan Tempo Nurhadi yang saat itu sedang menjalankan tugasnya sebagai jurnalis.
Oknum polisi itu adalah Bripka Purwanto dan Brigpol Muhammad Firman Subakhi. Sidang pertama dipimpin Jaksa Penuntut Umum (JPU) Winarko dengan membacakan dakwaan. Namun, Winarko sempat menolak kehadiran tim bantuan hukum (Bankum) Polda Jatim. Sikap itu ia keluarkan lantaran tim Bankum duduk di kursi persidangan sebagai pengacara kedua terdakwa. Penolakan dilontarkan Jaksa Winarko dengan mendatangi meja ketua majelis hakim.
“Kalau polisi menjadi advokat jelas tidak bisa, hanya pendampingan saja. Bankum dari Polri sifatnya pendampingan dan tidak bisa menjadi advokat. Karena masih sebagai Aparatur Sipil Negara sesuai keputusan Mahkamah Agung (MA) nomor 8810 tahun 1987,” ujar Jaksa Winarko, dalam persidangan, Rabu (22/9/2021).
Penolakan lantas disetujui Ketua Majelis Hakim M. Basir. Walau hakim setuju dengan protes dari jaksa, tapi hakim masih membiarkan Bankum Polri duduk di kursi penasihat hukum terdakwa untuk mendengarkan jaksa membacakan dakwaan.
Winarko lantas melanjutkan pembacaan dakwaan dan kedua terdakwa dijerat beberapa pasal. Seperti, pasal 18 ayat 1 Undang-undang (UU) nomor 40/1999 tentang pers juncto pasal 55 ayat 1, pasal 170 ayat 1 KUHP juncto 55 ayat 1, pasal 351 ayat 1 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan pasal 335 ayat 1 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Selain itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya ikut mendampingi kasus tersebut. Usai persidangan, mereka melakukan aksi di depan pagar PN Surabaya dengan menggunakan baju hitam bertulisan pentungan tidak bisa hentikan peliputan.
Aksi dilakukan dengan menutup kepala mereka dengan plastik putih. Sebagai simbol mengingatkan tindakan aparat yang menyiksa Nurhadi dengan menutup kepala Nurhadi dengan plastik serta menebarkan ancaman. Tindakan itu dilakukan oleh beberapa oknum Polisi dan TNI.
Sangat disayangkan, yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut, hanya dua orang oknum polisi saja. Dalam aksinya, aliansi mendesak agar aparat penegak hukum menjalankan praktik penyidikan dan peradilan yang bersih.
Mereka meminta majelis hakim untuk memerintahkan jaksa secepatnya menahan kedua terdakwa. Terakhir meminta kepolisian untuk menangkap para pelaku lainnya yang masih belum terungkap.
“Para terdakwa ini dilengkapi dengan senjata api, sehingga memberikan dampak psikologis terhadap korban Nurhadi,” kata Ketua AJI Surabaya Eben Haezer usai aksi kemarin.
Setelah aksi dilakukan, mereka bertemu dengan Ketua PN Surabaya Joni, melalui Humas PN Safri yang mewakili Joni, di ruang Humas PN Surabaya.
Noor Arief Prasetyo, jurnalis senior sekaligus salah satu pendiri Komunitas Jurnalis Jawa Timur (KJJT), menyatakan sejak awal kasus penganiayaan ini terjadi dari KJJT memberikan dukungan penuh agar kasusnya diungkap secara tuntas. Bahkan, KJJT mendampingi korban saat melapor ke Mapolda Jatim. Tak ketinggalan juga melalukan aksi solidaritas menjelang digelarnya rekonstruksi perkara. Sebab KJJT sangat konsen dalam persoalan-persoalan kekerasan terhadap jurnalis di negeri ini, terutama di Jatim sendiri.
KJJT kata Noor Arief, meminta aparat penegak hukum serius memproses hukum terhadap kasus ini secara tuntas. “Kami minta ada keterbukaan penanganan. Siapa saja yang terlibat harus bertanggungjawab. Siapapun itu dan pangkat apapun karena hukum tidak mengenal kasta,” terang Arief, redaktur Harian Disway.
KJJT, mendesak agar majelis hakim mampu menguak siapa dalang dan otak penganiayaan serta orang yang memerintahkan dua oknum polisi nekad menganiaya jurnalis. “Pangkatnya seberapa tinggi hukum harus ditegakkan, semua sama di mata hukum,” ujar Arif.
Sebelumnya, kasus kekerasan yang dialami Nurhadi terjadi pada 27 Maret 2021. Ketika itu ia mendapat tugas untuk mewawancarai terduga kasus suap pajak, Angin Prayitno Aji.
Bekas Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu sedang menggelar resepsi pernikahan anaknya di Graha Samudera Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan Laut Morokrembangan Surabaya. Nurhadi ditangkap dan dibawa ke musala di belakang gedung megah itu. Di tempat itu Nurhadi dianiaya, mulai dari ditampar, dijambak sambil diinjak kakinya, dipukul tengkuk dan bibirnya, serta dipiting.
Menurutnya pelaku penganiayaan dua oknum polisi dan sejumlah pengawal Angin. “Mereka bilang tak gentar bila ada serangan balik dari opini kawan-kawan media akibat penganiayaan itu,” kata Nurhadi.
Pelaku juga merampas telepon seluler korban, menghapus isinya dan mematahkan kartunya. Nurhadi sempat disekap di Hotel Arcadia di kawasan Jembatan Merah selama dua jam. Belakangan pelaku yang diduga melakukan kekerasan itu mengaku dari Satuan Pembinaan Masyarakat memberi Nurhadi uang Rp 600 ribu sebagai bentuk tutup mulut. Mereka juga mengantar korban pulang ke Sidoarjo. Namun, uang tersebut ditolak oleh korban. (Humas KJJT/Gj)