SIDOARJO – Agenda sidang hari ini adalah tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi atau nota keberatan terdakwa. Sebelumnya, Bambang diduga merugikan negara Rp 2 miliar selama menjabat periode 2008-2013.
Mantan Ketua Pengelola Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Tambaksawah, Kecamatan Waru, Bambang Soemarsono menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya di Sedati, Sidoarjo, Rabu (04/06/2025) pagi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, I Putu Kisnu Gupta, menilai eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa melalui penasihat hukumnya tidak relevan untuk dibahas dalam tahap awal persidangan.
Menurutnya, empat dalil yang disampaikan oleh penasihat hukum seharusnya dibuktikan dalam pemeriksaan pokok perkara, bukan dalam eksepsi.
“Kami berpendapat, keempatnya bukan materi eksepsi. Harusnya dibuktikan dengan fakta-fakta di pokok perkara,” tegas Kisnu.
Ia mengatakan, pencantuman mantan Kepala Desa (Kades) Tarmudji yang sudah meninggal dunia dalam surat dakwaan sudah berdasarkan fakta-fakta di persidangan.
“Termasuk keterangan saksi-saksi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan (Kades Tarmudji, red) sudah meninggal dunia,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kerugian negara sebesar Rp 2 miliar juga sudah sesuai dengan masa jabatan Bambang sebagai Ketua Pengelola Rusunawa periode 2008-2013.
“Jelas bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa terjadi pada masa jabatannya, yang menyebabkan kerugian negara Rp 2 miliar. Tidak mungkin kita persangkakan Rp 9,7 miliar, karena itu adalah total dari 2008 sampai 2022,” Papar Kisnu.
Menanggapi dalil penasihat hukum terkait penyebutan pihak lain seperti mantan Kepala Desa Tarmudji dan mantan Bupati Sidoarjo Win Hendarso, ia menyatakan hal itu belum relevan karena belum didukung dua alat bukti yang sah.
“Memang ada pihak lain yang disebut, tapi berdasarkan penyidikan, belum ada dua alat bukti yang cukup. Itu akan kita lihat nanti dalam pembuktian di persidangan,” terangnya.
Namun, pihaknya memang menyebut sejumlah nama mantan Kepala Dinas Perumahan, Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (P2CKTR) Kabupaten Sidoarjo dalam surat dakwaan.
“Karena seharusnya memang mereka (kepala dinas) yang mempunyai leading sector untuk mengelola rusunawa melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT). Seharusnya sejak awal ada UPT yang mengelola rusunawa ini, seperti yang dilakukan rusunawa lain,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa pengelolaan Rusunawa Tambaksawah selama bertahun-tahun dinilai bermasalah. Ia menyayangkan tidak adanya Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagaimana semestinya, yang seharusnya menjadi tanggung jawab Dinas Perkim CKTR Kabupaten Sidoarjo.
“Dana yang seharusnya masuk ke Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, justru tidak jelas arahnya kemana,” tuturnya.
Sebelumnya, penasihat hukum Bambang Soemarsono, Imam Sujono, menyampaikan eksepsi dengan alasan bahwa dakwaan JPU disusun tidak cermat dan tidak jelas. Ia bahkan menyebut ada kejanggalan serius dalam surat dakwaan.
“Kami menilai dakwaan dari penuntut umum tidak disusun secara cermat dan lengkap. Bahkan, ada kejanggalan serius seperti mencantumkan nama orang yang masih hidup tetapi dinyatakan telah meninggal dalam surat dakwaan,” ujar Imam.
Sidang akan dilanjutkan pada Rabu, 11 Juni 2025, dengan agenda pembacaan putusan sela oleh majelis hakim. (Rief)