Sunan Ampel atau Raden Rahmat.
Gelorajatim.com _ Sunan Ampel erat
kaitannya dengan lahirnya Kesultanan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. Sunan Ampel menunjuk muridnya yaitu seorang putra Raja Majapahit Brawijaya VI bernama Raden Fatah menjadi raja pertama di Demak pada 1475 silam.
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat yang diperkirakan lahir pada tahun 1401 di Champa, sebuah negeri kecil di Kamboja.
Sunan Ampel lahir dari ayah bernama Maulana Malik Ibrahim atau Ibrahim Asmarakandi yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gresik. Sementara ibunya merupakan putri Kerajaan Champa yang bernama Dewi Candrawulan.
Secara garis darah, Sunan Ampel tersambung hingga ke Nabi Muhammad. Ayahnya, Maulana Malik Ibrahim adalah saudara sedarah dari Maulana Ishak. Keduanya merupakan putera dari Syekh Jumadil Qubro. Bapak dan anak ini berasal dari Uzbekistan dan masih trah Al Husain, anak Ali Bin Abi Tholib, menantu Nabi Muhammad.
Kedekatannya dengan pihak kerajaan membuat syiar Sunan Ampel di pesisir utara Pulau Jawa tidak menemui hambatan. Sunan Ampel mendirikan pesantren di tanah Ampel dan menarik simpati masyarakat disana. Pesantren itu kemudian menjadi pusat pendidikan yang sangat berpengaruh. Raden Rahmat dikenal sebagai sosok yang memiliki pengaruh di kerajaan Majapahit.
Budi Sulistiono, selaku Guru Besar Sejarah dan Kebudayaan Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam Wali Songo dalam Pentas Sejarah Nusantara (2014) menyebutkan, Raden Patah menikah dengan putri Adipati Tuban, Arya Teja yang bernama Nyai Ageng Manila.
Dari pesantren itu lahir sosok-sosok besar yang berpengaruh terhadap penyebaran Islam di Pulau Jawa. Beberapa dari mereka antara lain, Raden Paku yang dikenal sebagai Sunan Giri dan Raden Fatah yang menjadi sultan pertama Kerajaan Islam di Pulau Jawa.
Selain itu, terdapat Raden Makdum Ibrahim (putra Sunan Ampel sendiri) yang kemudian dikenal sebagai Sunan Bonang, Syarifuddin atau Sunan Drajat, dan Maulana Ishak yang diutus mengislamkan daerah Blambangan.
Tentang ajaran Sunan Ampel, paling terkenal adalah pesan Mo Limo. Berarti tidak mau melakukan lima perbuatan tercela, yaitu, moh main atau tidak mau berjudi, moh ngombe atau tidak mau minum arak, moh maling atau tidak mau mencuri, moh madat atau tidak mau menghisap candu, moh madon atau tidak mau berzina atau bermain perempuan yang bukan istrinya.
Pengasuh Pondok Pesantren Kaliopak, Bantul, Yogyakarta, Jadul Maula menuturkan Sunan Ampel merupakan seorang sufi dan guru spiritual yang dihormati masyarakat. Menurutnya, kedudukan Sunan Ampel setara dengan Brahmana dalam strata Hindu-Budha saat itu.
“Integritasnya diakui sehingga dia diakui juga oleh masyarakat sebagai guru rohani,” kata Jadul saat dihubungi gelorajatim.com melalui sambungan telepon, akhir pekan lalu.
Tidak hanya itu, Jadul menyebut Sunan Ampel sebagai salah satu poros penting dalam peralihan Majapahit yang menganut Hindu-Budha menjadi Islam. Perubahan ini, terjadi secara kultural dan damai
Selain itu, dalam syiarnya, Sunan Ampel memiliki strategi membangun jalinan kekerabatan dengan cara menikahkan pendakwah Islam dengan putri penguasa. Strategi lainnya adalah menikahkan santrinya dengan putrinya sendiri.
“Karena secara rohani beliau bisa melakukan kontekstualisasi bagaimana ilmu kerohanian Islam itu menggantikan ilmu kerohanian Hindu-Budha tanpa membuat masyarakat terguncang,” jelasnya.
Hal terakhir ia lakukan terhadap Sunan Giri, sosok Wali Songo yang kelak memiliki peranan besar dalam gerakan kebudayaan Islam yang dibangun para wali pada periode berikutnya.
“Sunan Giri ini kan muridnya Sunan Ampel yang juga dijadikan sebagai menantu,” kata penulis buku Islam Berkebudayaan itu. (hen/nof)