SURABAYA, GELORAJATIM.COM — Aptrindo DPC Surabaya menggarisbawahi hasil dari Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) yang digelar pada 11-13 September 2024, yang secara resmi menghasilkan tiga point pernyataan sikap yang selanjutkan akan disampaikan kepada Pemerintah dan Kementerian terkait.
Ketua Umum DPP Aptrindo, Gemilang Tarigan mengemukakan, setelah melalui diskusi dan perdebatan panjang dalam Rakernas itu, seluruh pengusaha truk yang tergabung dalam Aptrindo, menyampaikan sikap resminya.
Pertama, menyatakan menolak kelanjutan program over load & over dimension (ODOL) lantaran penindakan yang dilaksanakan instansi terkait selama ini tidak bersifat menyeluruh atau tebang pilih.
Gemilang mengatakan, pasalnya hingga kini Aptrindo menilai bahwa masalah pemberantasan terhadap praktik ODOL cenderung tidak berhasil dan disisi lain pengusaha truk tidak memiliki bargaining position yang kuat di hadapan pemilik barang.
“Makanya, Aptrindo menilai, program pemberantasan ODOL tidak berhasil, dan justru sangat merugikan operator trucking Makanya kami saat ini nyatakan menolak program itu dilanjutkan,” tegas Gemilang, pada Jumat (13/9/2024).
Kedua, program bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bagi armada truk pengangkut barang di seluruh Indonesia.
Pasalnya, dengan adanya BBM Subsidi (Solar) untuk angkutan barang justru terjadinya ketidakpastian ketersediaan dan pasokan yang memadai terhadap BBM jenis itu bagi angkutan barang.
“Akibatnya banyak pengaduan dari truk anggota kami di daerah-daerah yang kesulitan memperoleh BBM jenis itu sehingga armada truk tidak bisa beroperasi dan banyak yang kehilangan order angkutan. Imbasnya, logistik justru terhambat dan costnya menjadi melambung,” ucapnya
Menurut Gemilang, sejak awal, Aptrindo mengusulkan untuk menghapuskan BBM subsidi angkutan barang supaya ada kejelasan operasional dan kepastian iklim berusaha trucking yang menjadi penopang kelancaran logistik nasional.
“Bagi kami (trucking) yang utama itu harusnya ada kepastian bahwa BBM untuk angkutan barang itu selalu ready saat dibutuhkan. Kalau tidak ada BBM-nya bagaimana truk bisa jalan operasional ?.” papar Gemilang.
Ketua Aptrindo DPC Surabaya I Wayan Sumadita menambahkan, selain itu banyak terjadi barcode solar bersubsidi yang di anulir setelah disetujui oleh pertamina, hal ini membuat pengusaha kerepotan untuk mengurusnya kembali, apalagi call center 135 sangat sulit dihubungi dan jawaban mereka yang normatif tidak menjadikan solusi bagi pengguna barcode subsidi.
Ketiga, menolak program kewajiban sertifikasi ‘Logistik Halal’ terhadap perusahaan atau armada trucking, lantaran regulasi itu justru menambah birokrasi perizinan serta membebani usaha trucking.
Gemilang menegaskan, pada prinsipnya (secara bisnis) seharusnya Truk pengangkut logistik tidak perlu comply sertifikasi ‘logistik halal’, karena trucking tidak pernah mengetahui klasifikasi informasi detil terhadap barang yang dimuatnya, sebab trucking hanya menerima jasa muatan truk.
“Dengan kata lain, kami (trucking) tidak mendistribusikan barang tetapi hanya mengangkut barang. Jadi mengenai halal tidaknya itu pengaturannya dilakukan oleh pemilik barang atau sifatnya free on truk,” sergah Gemilang.
Hingga saat ini, persoalan sertifikasi ‘logistik halal’ terhadap truk pengangkut produk makanan dan minuman (pangan), menjadi polemik menjelang penerapannya pada 17 Oktober 2024 mendatang.
Ketimpangan ekonomi di masyarakat jika program tersebut terus di jalankan, menjadikan faktor buruk bagi tenaga kerja pengemudi angkutan logistick. Hal itulah bisa memperbanyak angka pengangguran di indonesia. Selain menolak, Aptrindo mengecam akan mogok Nasional jika regulasi tersebut tetap di jalankan oleh pemerintah.
Sebelumnya, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menyebutkan kategori kegiatan jasa penyimpanan (cold storage), pengemasan hingga mendistribusikan produk makanan dan minuman, belum optimal dalam mematuhi kewajiban sertifikasi ‘halal logistik’ tersebut.
Kategori itu meliputi jasa penyimpanan atau Cold Storage dan Pergudangan, Jasa Pengemasan Produk untuk makanan dan minuman (bukan produk repacking) untuk Produk Makanan dan Minuman.
Adapun untuk jasa Pendistribusian, meliputi kontainer untuk produk makanan dan minuman, forwarder untuk komoditi makanan dan minuman, Transporter (trucking), Shipping, Air Cargo, Train Cargo, dan Jasa Kurir/Pengantaran Produk Makanan dan Minuman seharusnya tidak diperlukan sertifikat halal karena tidak mempengaruhi kandungan ataupun isi dari barang didalamnya.
Selain itu menambahkan, Ketua DPC Surabaya I Wayan Sumadita juga mengkhawatirkan kedepannya “Sertifikasi Halal Logistik” ini akan menimbulkan dampak SARA dan Monopoli ekonomi, karena HALAL ini meliputi sangat banyak unsur yang memungkinkan untuk tidak memanfaatkan segala sesuatu yang tidak bernafaskan Agama tertentu.(Afiq/Red)