Rumah tahfidz Darul Muttaqin Mojokerto disegel polisi.
GeloraJatim.com _ Rumah Tahfidz Darul Muttaqin di Kabupaten Mojokerto yang diasuh Achmad Muchlish (AM) ternyata bukan sebuah pondok pesantren. Kementerian Agama menyatakan tempat mengenyam pendidikan itu belum memenuhi syarat sebagai Ponpes.
Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pesantren Kemenag Kabupaten Mojokerto, Nur Rokhmad menjelaskan, ada lima syarat agar lembaga pendidikan agama secara legal diakui sebagai pondok pesantren. Nah, ini Darul Muttaqin pimpinan AM belum memenuhi kelima legalitas.
“Kami klarifikasi, pertama rumah tahfidz Darul Muttaqin Mojokerto itu bukan pondok pesantren. Kita harus verifikasi, mana yang legal mana yang belum, jadi ketika pondok itu memenuhi syarat, otomatis saya konfirmasi,” terang Nur Rokhmad, Kamis (21/10/2021).
Pihaknya tidak bisa melakukan intervensi secara langsung tanpa payung hukum yang jelas. Merujuk kepada PP nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan memang ada. Hanya saja penerapan kebijakan di daerah berbeda.
Peraturan yang berlaku di Kabupaten Mojokerto sendiri adalah Perda Fasilitasi Pesantren. Didalamnya belum ada muatan khusus yang membahas rumah tahfidz, griya tahfidz, ataupun sejenisnya.
“Kalau perda itu kami bersama-sama teman pondok itu mengusulkan raperda tentang fasilitasi pesantren, yang isinya ponpes,madin, sama TPQ itu. Belum tercover, karena memang cantolan (sangkut paut terhadap Perda Fasilitasi Pesantren, red) di atasnya tidak ada,” jelasnya.
Ia mengakui, pengasuh Rumah Tahfidz Darul Muttaqin Mojokerto sebetulnya pernah mengajukan permohonan dan perizinan untuk diakui sebagai ponpes. Namun Kemenag Kabupaten Mojokerto tidak menindaklanjutinya karena ada beberapa syarat yang belum dipenuhi.
Untuk mendapat pengakuan dan izin sebagai pesantren dari Kemenag, sebuah pondok ilmu agama harus memenuhi kriteria antara lain pengasuh dan santri dengan jumlah minimal 17 orang yang harus bermukim di tempat itu. Selain itu, terdapat asrama santri dan ruang belajar santri serta mushalla atau masjid.
“Kita pernah meninjau, nah di situ hanya rumah biasa yang memang ditempati rumah tahfidz. Jadi belum memenuhi syarat,” kata Rohmad.
Kemenag Mojokerto perlu mengklarifikasi hal tersebut untuk menjernihkan informasi yang berkembang terkait dugaan pencabulan oleh pengasuh Rumah Tahfidz Darul Muttaqin Mojokerto, Achmad Muchlish (52) terhadap salah satu santriwatinya MD.
Nur Rokhmad mengungkapkan, pemberian label Ponpes pada tempat pendidikan agama yang dikelola tersangka telah mencemarkan nama baik para kiai dan ulama yang berkecimpung di dunia pesantrean, mengingat faktanya tidak demikian.
Skandal pencabulan yang diduga dilakukan AM (52), pengasuh rumah tahfidz Darul Muttaqin di Desa Sampangagung, Kutorejo, Mojokerto terhadap santriwati asal Kecamatan Buduran, Sidoarjo menjadi perbincangan hangat publik. (Gj)