SURABAYA, GELORAJATIM.COM – Intervensi dunia digital ke ranah pendidikan tampaknya sudah kelewat batas. Kini sejumlah negara mulai membatasi diri. Bahkan sebagian telah berani menolak penggunaan perangkat pembelajaran elektronik, smartphone, karena dinilai merugikan siswa.
“Yang terbaru, Pemerintah New Jersey, Amerika serikat, mulai tahun 2025 melarang total penggunaan smartphone untuk anak sekolah, baik pada jam sekolah maupun di luar jam sekolah,” kata pakar parenting dan psikolog Ustaz Moh. Fauzil Adhim dalam acara Ketupat SAIM 2015, di Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) Surabaya kampus 1, Jl. Medokan Semampir Indah 99-101, Sabtu (19/4/25) siang. Ketupat adalah akronim dari kebersamaan tiga generasi dalam satu tempat.
Lebih jauh ustaz Fauzil menjelaskan bahwa kebijakan protektif tersebut dilakukan karena berdasar temuan sejumlah riset, penggunaan perangkat digital membawa dampak negatif bagi siswa, mulai dari penurunan daya ingat, sulitnya konsentrasi, hingga menurunnya daya kritis analitis. Kebiasaan skrol-skrol membaca tulisan status yang pendek-pendek ditengarai juga membuat pengguna ponsel mengalami pendangkalan (shallowing) berpikir dan gampang bosan manakala berhadapan dengan artikel yang berat/serius.
“Australia juga melakukan hal yang sama. Sejak 2024 mereka melarang penggunaan media sosial untuk siswa SMA ke bawah. Di Jepang, guru dan wali murid dilarang bikin grup Whats App, sebagai gantinya mereka memakai buku penghubung konvensional. Karena grup WA dinilai dapat mengikis tata krama antara wali murid dengan guru,” katanya di hadapan ratusan undangan yang terdiri dari wali murid, alumni, siswa, dan warga sekolah SAIM.
Ditambahkan, Negara Swedia, yang sebelumnya dikenal sebagai pelopor digitalisasi pendidikan, kini juga kembali menggunakan buku fisik dan guru menulis pakai kapur di papan tulis jadul warna hijau. Di Abu Dhabi, para pegawai dilarang memakai smartphone, mereka hanya boleh memakai dumb phone atau ponsel bodoh atau jadul yang hanya dapat dipakai menelepon dan SMS saja.
Ust. Fauzil Adhim mengajak agar setiap individu hendaknya menjadi kuat agar dapat menghadapi tantangan zaman. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW bahwa menjadi mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan (HR. Muslim).
Menurutnya, menjadi orang beriman saja tidaklah cukup, tetapi hendaknya beriman sekaligus berdaya. Nah, untuk menjadi berdaya kuncinya adalah bersungguh-sungguh, totalitas, dan ada kemauan yang kuat. “Kalau sudah tahu bahwa sesuatu itu akan bermanfaat, maka hendaklah orang bersungguh-sungguh untuk mewujudkannya,” kata penulis produktif itu.
Kemudian dirinya menyampaikan beberapa tips agar kita menjadi umat yang berdaya pada era modern ini. Di antaranya, setiap individu hendaklah mampu melihat keterhubungan antara satu bidang dengan bidang yang lain. Orang tidak boleh “berkacamata kuda” hanya fokus pada satu bidang profesi saja, karena begitu dia kehilangan pekerjaannya, maka dia akan kesulitan beralih ke profesi lainnya.
“Maka yang dibutuhkan adalah keluwesan dalam menghadapi perubahan keadaan. Harus bisa adaptasi dan adjusment. Adjustment adalah kemampuan melakukan perubahan-perubahan kecil. Sedang adaptasi butuh langkah-langkah menyesuaikan diri yang lebih besar,” ujar penulis buku parenting ini.
“Yang terakhir, agak menjadi mukmin kuat dan menang caranya adalah senantiasa memohon pertolongan kepada Allah. Keinginan untuk menang bukanlah hal baru. Setiap azan selalu dikumandangkan hayya alal falah. Artinya kita diajak menuju kepada kemenangan. Maka jawaban kita bukanlah “oke…” atau “yess…”, melainkan la haula wala quwwata illa billah, kita memohon pertolongan kepada Allah, karena tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah,” katanya. (Zaenul/Ono/red)