GRESIK, GELORAJATIM.COM — Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gresik tahun 2024 yang hanya diikuti satu pasangan calon menjadi fenomena melawan kotak kosong.
Munculnya kotak kosong tersebut disinyalir menimbulkan kekhawatiran terkait partisipasi pemilih dan esensi demokrasi di Kabupaten Gresik, termasuk dalam hal netralitas.
Seperti yang terjadi di desa Sukowati, Kecamatan Bungah Gresik. di pagar dan depan kantor balaidesa setempat terpampang spanduk dan baliho atau alat peraga kampanye (APK) calon tunggal Fandi Akhmad Yani-Asluchul Alif.
Bukan hanya itu, di sekeliling juga terdapat puluhan foto hasil pencapaian dan penghargaan yang didapat Gus Yani saat menjabat Bupati di periode sebelumnya.
Pemandangan ini mengundang apatisme masyarakat terhadap netralitas KPU (Komisi Pemilihan Umum), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan penyelenggara negara seperti Kepala Desa.
Masyarakat yang menyaksikan itu menilai, ada dugaan ”main mata” antara penyelenggara Pilkada Gresik dengan Paslon nomor urut 1 tersebut. Harusnya, alat peraga kampanye tidak boleh dipasang di kantor milik pemerintah.
”Pemasangan alat peraga kampanye ada aturannya. Tidak boleh dipasang di kantor Pemerintah, tempat ibadah termasuk halaman, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, dan lembaga pendidikan. Di desa Sukowati, pemasangan alat peraga paslon nomor 1 dilakukan tanpa mematuhi aturan. Dimana fungsi Bawaslu?” tegas Aris Gunawan selaku Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Front Pembela Suara Rakyat (LSM FPSR), Jumat 4 Oktober 2024.
Aris sangat menyayangkan adanya pembicaraan dari Bawaslu dan KPU terhadap pemasangan baliho di depan kantor desa yang nota bene kantor pemerintahan. Itu menandakan betapa cacatnya demokrasi di Kabupaten Gresik.
“Masyarakat dipertontonkan betapa rendahnya kualitas demokrasi di Kabupaten Gresik. Jika baliho paslon nomor urut 1 itu tidak segera dicopot oleh Bawaslu atau Satpol PP, maka keberpihakan itu memang benar dilakukan penyelengara pemilu,” ungkap Aris. (Red)