SIDOARJO, GELORAJATIM.COM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo kembali menunjukkan keseriusannya dalam pemberantasan kasus korupsi di Kabupaten Sidoarjo. Tim penyidik pidana khusus (Pidsus), Senin (21/7/2025) malam, menahan Kepala Desa Entalsewu Kecamatan Buduran, Sukriwanto atas kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana kompensasi dari pihak pengembang
Tim penyidik juga menahan ketua BPD Desa Entalsewu, Asrudin yang diduga turut serta dalam perbuatan tindak pidana korupsi yang merugikan negara milyaran rupiah tersebut.
Setelah menjalani pemeriksaan yang panjang, dan dirasa mencukupi dua alat bukti, tim penyidik Pidsus Kejari Sidoarjo langsung menetapkan keduanya sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.
Sekitar Pukul 21.30 WIB, keduanya tampak keluar ruang pemeriksaan digiring petugas menuju mobil tahanan dengan tangan terborgol dan sudah mengenakan rompi tahanan warna pink.
Kepala Kejari Sidoarjo, Roy Rovalino Herudiansyah, melalui Kasi Pidsus, John Franky Yanafia Ariandi, menjelaskan bahwa dana miliaran rupiah tersebut berasal dari pengembang perumahan PT Cahaya Fajar Abaditama (CFA), dana itu merupakan bentuk kompensasi atas pelepasan tanah gogol desa yang dilakukan pada tahun 2022.
“Dana sebesar Rp 3,6 miliar itu merupakan bantuan dari pengembang dan seharusnya digunakan untuk pembangunan fasilitas umum di Desa Entalsewu,” jelas John, Selasa (22/07/2025).
Namun, faktanya dana tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya dan tidak pernah dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
“Dana ini tidak dikelola secara resmi dan tidak tercatat dalam sistem keuangan desa. Padahal setiap dana yang masuk ke desa wajib dicatat dan digunakan sesuai peraturan, agar transparan dan akuntabel,” tegas Franky.
Franky mengungkapkan bahwa sekitar Rp 2,3 miliar dari total dana justru dibagikan ke sejumlah warga, ketua RT, tempat ibadah, pembangunan jalan, serta kegiatan pengurukan makam di Dusun Pendopo, sisa dana lainnya dimasukkan ke kas desa tanpa adanya musyawarah desa (Musdes) dan tanpa proses pencatatan resmi.
“Masalah utamanya adalah dana ini tidak dikelola sesuai mekanisme keuangan desa, bahkan, ada indikasi dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi,” tambahnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18, Pasal 3 juncto Pasal 18, dan/atau Pasal 8 juncto Pasal 18 dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi, bersama dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang.
Kejari Sidoarjo masih akan melakukan penyidikan kasus ini untuk dikembangkan, tidak menutup kemungkinan akan ada pihak lain yang turut dimintai pertanggungjawaban secara hukum dalam pengelolaan dana desa tersebut. (Rif)
Tinggalkan Balasan