Wakil Ketua DPRD Jatim, Anik Maslachah.
Gelorajatim.com – Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Anik Maslachah meminta agar draft perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jatim supaya fokus pada penyelesaian pertumbuhan ekonomi dengan penguatan potensi lokal.
Pimpinan DPRD Jatim menilai belum melihat adanya program yang memberikan penguatan eksplorasi potensi lokal hingga selesainya periode kepemimpinan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Emil Elistianto Dardak.
“Saya belum melihat di draftnya (RPJMD) itu mengarah kepada ruang baru yang memberikan eksplorasi potensi lokal di Jawa Timur untuk lebih fokus untuk 2-3 tahun hingga selesainya periode Bu Khofifah dan Pak Emil. Jadi saya masih melihat programnya umum,” ucap Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Maslachah, Jumat (6/8/2021).
Ada kebijakan nasional bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang digunakan pedoman RPJMD Jatim tahun 2019 awal, merupakan RPJMN Presiden Joko Widodo pada periode pertama. Selain itu, karena adanya pandemi yang tentu berimplikasi kepada target yang harus disesuaikan dengan kondisi eksisting saat ini. “Maka tentu karena terpilihnya Gubernur inikan lebih dulu dari Presiden, sehingga (RPJMD Jatim) harus menyesuaikan,” terang Anik Maslachah.
Termasuk pula, landasan perubahan RPJMD ini karena adanya Perpres Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Jawa Timur. Yakni, kawasan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, Bromo – Tengger – Semeru, serta kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan.
Dalam draft perubahan RPJMD Jatim itu, tercatat ada 205 mega proyek. Namun faktanya, yang terealisasi di tahun 2019 hingga saat ini persentasenya masih nol koma sekian persen. “Ada sih yang realisasi tapi hitungan persentase masih nol koma persen. Belum di atas 1 persen. Nah, perubahan inilah yang kemudian mendorong RPJMD ini harus diubah,” ungkap Anik Maslachah.
Politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini berharap, dalam draft perubahan RPJMD Jatim ini harus ada ruang khusus untuk pembangunan inklusif yang memberikan ruang gerak kepada eksplorasi potensi lokal. Apalagi, potensi lokal unggulan di Jatim sendiri adalah sektor pertanian dan UMKM.
“Tetapi ketika kita ngomong anggaran, tidak terlalu besar untuk sektor UMKM dan pertanian. Artinya, hampir sama dengan sektor-sektor yang lain, tidak ada spesifikasi untuk fokus strengthens (penguatan) pada potensi inti,” paparnya.
Apalagi, kata Anik, Jatim sendiri menjadi buffer stock atau penyuplai 5 – 7 komoditi kebutuhan nasional. Tetapi, ia menilai, meski menjadi buffer stok namun masih belum menunjukkan peningkatan. Begitu pula sektor UMKM, apabila dikomparasikan dengan provinsi Jawa yang lain juga masih tertinggi.
“Tetapi ketika kita komparasikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Jawa Timur sektor pertanian – UMKM ini masuk kategori penyumbang tenaga kerja tertinggi nomor satu. Tetapi uangnya nomor tiga. Artinya apa? produktivitasnya itu tidak bagus-bagus amat,” tegasnya.
Padahal, Jatim sendiri saat ini dihadapkan pada persoalan bonus demografi. Tentunya ke depan akan semakin banyak pengangguran sehingga perlu penyerapan tenaga kerja yang lebih ekspansi. Makanya, Anik mendorong agar pembangunan inklusif di Jatim dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan riil masyarakat. “Artinya, bisa merekrut tenaga kerja banyak. Jadi strengthens-nya di situ, fokusnya harus di situ. Saya belum melihat (draft RPJMD mengarah) ke situ. Jadi itu menurut hemat saya perlu ada penekanan,” ujarnya. [azl]