Bentuk dan arti penyangga Masjid Peneleh Surabaya, Jawa Timur.
Gelorajatim.com _ Masjid Jami’ Peneleh Surabaya diyakini oleh masyarakat setempat sebagai masjid pertama di Surabaya dan merupakan salah satu masjid peninggalan Sunan Ampel. Namun sayang, keberadaannya kini kurang dikenal masyarakat luas.
Ketua takmir Masjid Peneleh Surabaya, Muhammad Sufyan mengatakan masjid yang dibangun sekitar abad ke-15 oleh Sunan Ampel ini dulunya merupakan daerah ramai yang berada tepat di sisi timur Kali Mas, sungai yang menjadi urat nadi lalu lintas perairan pada masa itu.
“Sunan Ampel menyebarkan agama Islam dari tempat ini berawal dari adanya komunitas muslim di daerah sini (Peneleh), dan mayoritas masyarakat saat itu masih beragama Hindu,” ungkapnya.
Sufyan mengungkapkan, hingga saat ini sebenarnya tidak ditemukan bukti otentik maupun referensi mengenai masjid ini, namun masyarakat setempat meyakini bahwa Masjid Jami’ Peneleh Surabaya ini dibangun pertama kali oleh Sunan Ampel pada abad ke-15, jauh sebelum Masjid Ampel didirikan. Meski merupakan peninggalan sejarah, namun pengurus masjid tidak berencana menjadikan masjid ini sebagai cagar budaya.

Menurut pengurus takmir Masjid Peneleh Surabaya Supriyono menuturkan masjid ini dibangun dan direnovasi hasil dari swadaya masyarakat. Sebanyak 10 Tiang Soko
Masjid Jami’ Peneleh Surabaya berdiri di atas lahan seluas 999 meter persegi, memiliki 10 tiang soko, memiliki langit-langit yang tinggi dengan permainan kisi-kisi, menjadikan masjid ini terasa sejuk di tengah panasnya cuaca kota Surabaya,” ungkap Supriyono.
Sepuluh tiang utama penyangga atap ini disebut Soko Guru. Jarak antara atap dengan lantai masjid sendiri setinggi 9 meter, dihias dengan ornamen kayu serta kisi-kisi udara yang menggunakan sirip serta kaca patri di sela-sela atap. Di setiap jendela masjid, terdapat kaca ukir yang cantik dan unik, menambah keindahan bangunan masjid ini.
“Filosofi yang diambil dari 10 tiang penyangga adalah jumlah 10 malaikat. Sedangkan jumlah 25 kaca hiasan jendela melambangkan nama-nama rasul,” pungkas Supriyono. (hen/nof)