Oleh: Dewi Deniaty Sholihah, Dosen Program Studi Manajemen UPN Veteran Jawa Timur
GELORAJATIM.COM — Dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, pelaku usaha mikro memegang peran strategis. Mereka menyumbang lapangan kerja dalam jumlah besar dan menjadi penggerak ekonomi rumah tangga, khususnya di wilayah pedesaan. Namun, keberlanjutan usaha mikro di sektor peternakan kerap terkendala pada keterbatasan nilai tambah produk dan minimnya akses pasar. Sebagian besar produk ternak seperti susu segar masih dipasarkan dalam bentuk mentah, tanpa proses lanjutan yang mampu meningkatkan nilai jual.
Kondisi ini dialami oleh kelompok peternak sapi perah di Desa Kemiri, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan. Peternak di wilayah pegunungan ini selama bertahun-tahun hanya menjual susu segar kepada tengkulak dengan harga yang fluktuatif dan margin tipis. Mereka memiliki potensi produksi yang cukup besar, namun belum memiliki kemampuan teknis dan manajerial untuk mengolah susu menjadi produk olahan bernilai tinggi, seperti keju dan yoghurt.
Sebagai respons terhadap persoalan tersebut, tim dosen dan mahasiswa dari UPN Veteran Jawa Timur menggagas program pengabdian masyarakat berbasis riset melalui skema hibah Program Kemitraan Masyarakat (PKM) yang didanai oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) melalui Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan (Ditjen Risbang).
Program ini tidak hanya bertujuan mengenalkan teknologi pengolahan susu, tetapi juga membekali peternak dengan kemampuan dasar branding, pemasaran digital, hingga manajemen usaha mikro.
Dari komoditas mentah ke produk bernilai

Langkah awal transformasi dilakukan melalui diversifikasi produk. Para peternak dilatih memproduksi keju dan yoghurt secara higienis, konsisten, dan dalam skala rumahan. Produk olahan ini memiliki nilai jual 3 hingga 5 kali lipat lebih tinggi dibandingkan susu segar, serta memiliki daya simpan lebih panjang dan potensi pasar yang luas. Lebih dari itu, peternak juga diajak untuk memahami aspek kelayakan usaha, segmentasi pasar, dan nilai ekonomi dari diversifikasi tersebut.
Namun, inovasi produk saja tidak cukup. Di era digital saat ini, kemampuan untuk memasarkan produk melalui kanal online menjadi sangat penting. Peternak kemudian dilatih menggunakan media sosial, membuat konten sederhana (foto, video), serta memanfaatkan platform marketplace lokal. Pelatihan ini juga disertai dengan pendampingan desain label, storytelling produk, dan strategi komunikasi yang menyasar segmen konsumen urban, seperti komunitas pecinta produk lokal, pasar sehat, dan UMKM kuliner.
Strategi praktis pemasaran digital untuk UMKM peternakan
Terdapat beberapa strategi praktis yang relevan diterapkan oleh pelaku usaha mikro peternakan lokal dalam meningkatkan daya saing produknya:
1.Positioning berbasis keunikan lokal: Produk seperti keju dan yoghurt lokal memiliki kekuatan cerita—asal-usul desa, proses alami, hingga keberlanjutan. Cerita ini bisa menjadi kekuatan utama dalam branding produk.
2.Pemasaran berbasis komunitas: Memanfaatkan jaringan RT/RW, koperasi desa, komunitas pecinta pangan sehat, atau forum ibu rumah tangga dapat menjadi awal dari strategi distribusi yang efektif.
3.Pemanfaatan media sosial lokal: Grup WhatsApp warga, Facebook Marketplace, dan Instagram lokal terbukti menjadi saluran efektif untuk mengenalkan produk baru, terutama di tahap awal.
4.Kemasan dan visualisasi produk: Tampilan produk yang menarik, bersih, dan mencerminkan nilai lokal memberikan kesan profesional serta meningkatkan kepercayaan konsumen.
5.Kemitraan dengan UMKM kuliner: Peternak dapat menjalin kerja sama dengan pelaku usaha katering, café lokal, atau usaha makanan rumahan untuk memasok bahan baku produk olahan susu.
Kolaborasi sebagai fondasi ekosistem usaha yang tangguh
Peningkatan kelas usaha mikro di sektor peternakan bukanlah pekerjaan yang bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kolaborasi multipihak: perguruan tinggi berperan dalam alih teknologi dan pendampingan inovasi; pemerintah daerah sebagai pengatur kebijakan dan penyedia infrastruktur; pelaku industri sebagai mitra distribusi dan pengembangan produk; serta lembaga keuangan mikro dalam memberikan akses permodalan. Di sisi lain, komunitas peternak sendiri perlu terus diperkuat kapasitasnya dalam literasi digital dan manajemen usaha.
Dengan kerja sama lintas sektor yang terintegrasi, ekosistem usaha mikro dapat bertumbuh secara mandiri dan tangguh. Transformasi yang dimulai dari diversifikasi produk susu, jika didukung dengan strategi pemasaran digital dan kebijakan yang tepat, dapat membuka peluang masuk ke pasar nasional hingga ekspor berbasis komunitas. Ini bukan hanya tentang peningkatan ekonomi rumah tangga peternak, tetapi juga tentang bagaimana desa dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Pembangunan tidak harus selalu dimulai dari kota. Dari lereng pegunungan, segelas yoghurt buatan lokal bisa menjadi simbol harapan baru bahwa dengan inovasi, strategi, dan kolaborasi, produk desa mampu bersaing di pasar global.

Tinggalkan Balasan